Ads

Monday, April 30, 2018

Problem Based Learning

Problem Based Learning
Nama : Beni Purna I, S. Pd.
NUPTK : 201508257018
Asal Sekolah : SMK TKM Teknik Kebumen



4.8 Mengaplikasikan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Berikut ini lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL).
1) Permasalahan sebagai kajian.
2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman.
3) Permasalahan sebagai contoh.
4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik.

Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL)
Menurut Arends berbagai pengembangan pengajaran Problem Based Learning (PBL) telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut.
  1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
  1. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah-masalah yang diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
  1. Penyelidikan autentik
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukann penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
  1. Menghasilkan produk dan memamerkannya
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam karya nyata. Produk tersebut bisa berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Dalam pembelajaran kalor, produk yang dihasilkan adalah berupa laporan.
  1. Kolaborasi dan kerja sama
Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

Tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah
1) Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah
Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2) Pemodelan peranan orang dewasa.
Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah.
3) Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan guru.

Langkah-langkah Pembelajaran Problem Based Learning :

Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Cerpen

Unsur Intrinsik Cerpen

1. Tema
Tema adalah sebuah gagasan pokok yang mendasari dari jalan cerita sebuah cerpen. Tema biasanya dapat langsung terlihat jelas di dalam cerita atay tersurat dan tidak langsung, dimana si pembaca harus teliti dan dapat menyimpulkan sendiri atau tersirat.
2. Alur / Plot
Jalan dari sebuah kisah cerita merupakan karya sastra. Secara garis besar, alur merupakan urutan tahapan jalannya cerita, antara lain : perkenalan > muncul konflik atau suatu permasalahan > peningkatan konflik > puncak konflik (klimaks) > penurunan konflik > selesaian.
3. Latar/Setting
Setting sangat berkaitan dengan tempat atau latar, waktu, dan suasana dalam cerpen tersebut.
4. Tokoh/Penokohan
Tokoh merupakan pelaku yang terlibat dalam cerita tersebut. Setiap tokoh biasanya mempunyai karakter tersendiri. Dalam sebuah cerita terdapat tokoh protagonis atau tokoh baik dan antagonis atau tokoh jahat serta ada juga tokoh figuran yaitu tokoh pendukung.
Penokohan yaitu pemberian sifat pada tokoh atau pelaku dalam cerita tersebut. Sifat yang telah diberikan dapat tercermin dalam pikiran, ucapan, dan pandangan tokoh terhadap sesuatu hal. Metode penokohan ada 2 (dua) macam diantaranya:
Metode analitik adalah suatu metode penokohan dengan cara memaparkan atau menyebutkan sifat tokoh secara langsung, seperti seperti: pemberani, penakut, pemalu, keras kepala, dan sebagainya. Metode dramatik adalah suatu metode penokohan dengan cara memaparkannya secara tidak langsung, yaitu dapat dengan cara : penggambaran fisik (Misalnya cara berpakaian, postur tubuh, dan sebagainya), penggambaran dengan melalui sebuah percakapan atau dialog, reaksi dari tokoh lain (dapat berupa pendapat, sikat, pandangan, dan sebagainya).
5. Sudut Pandang
Adalah cara pandang pengarang dalam memandang suatu peristiwa di dalam cerita. Sudut pandang ada 4, antara lain:
a. Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang terjadi serta tingkah laku yang dialaminya. Tokoh ”aku” akan menjadi pusat perhatian dari kisah cerpen tersebut. Dalam sudut pandang ini, tokoh "aku" digunakan sebagai tokoh utama. Contoh: Pagi ini cuaca begitu cerah hingga dapat mengubah suasana jiwaku yang penat karena setumpuk tugas yang terbengkelai menjadi teringankan. Namun, sekarang aku harus mulai bangkit dari tidurku dan bergegas untuk mandi karena pagi ini aku harus bekerja keras.
b. Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Sampingan Tokoh ”aku” muncul tidak sebagai tokoh utama lagi, melainkan sebagai pelaku tambahan. Tokoh ”aku” hadir dalam jalan cerita hanya untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan kemudian ”dibiarkan” untuk dapat mengisahkan sendiri berbagai pengalaman yang dialaminya. Tokoh dari jalan cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang pada akhirnya akan menjadi tokoh utama, sebab ialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, serta berhubungan dengan tokoh-tokoh yang lainnya. Dengan demikian tokoh ”aku” cuman tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya sebuah cerita yang ditokohi oleh orang lain. Tokoh ”aku” pada umumnya hanya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
Contoh: Sekarang aku tinggal di Jakarta, kota metropolitan yang memiliki beribu-ribu kendaraan. Dulu, aku sempat menolak untuk dipindahkan ke ibukota. Tapi,
pada kali ini aku sudah tidak kuasa untuk menghindar dari tugas ini. Ternyata, bukan aku saja yang mengalaminya. Teman asramaku yang bernama Andi, juga mengalami hal yang sama. Kami berdua sangatlah akrab dan berjuang bersama-sama dalam menghadapi kerasnya kota Jakarta.

c. Sudut Pandang Orang Ketiga Serbatahu Kisah cerita dari sudut ”dia”, namun pengarang atau narator dapat menceritakan apa saja hal-hal dan tindakan yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Pengarang mengetahui segalanya. Contoh: Sudah genap 1 bulan dia menjadi pendatang baru di perumahan ini. Tapi, dia juga belum satu kali pun terlihat keluar rumah cuman untuk sekedar beramah-tamah dengan tetangga yang lain. “Apakah si pemilik rumah itu terlalu sibuk ya?” ungkap salah seorang tetangganya. Pernah 1 kali dia kedatangan tamu yang katanya adalah saudaranya. Memang dia adalah sosok introvert, jadi walaupun saudaranya sendiri yang datang untuk berkunjung, dia tidak menyukainya.
Sudut Pandang Orang Ketiga Pengamat Dalam sudut pandang ini berbeda dengan orang ketiga serbatahu. Pengarang hanya melukiskan apa yang dilihat, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh tersebut, namun terbatas pada seorang tokoh saja. Contoh: Entah apa yang telah terjadi dengannya. Pada saat datang, ia langsung marah. Memang kelihatannya ia mempunyai banyak masalah. Tapim kalau dilihat dari raut mukanya, mungkin tak hanya itu yang sedang ia rasakan. Tapi sepertinya dia juga sakit. Bibirnya tampak kering, wajahnya pucat, serta rambutnya kusut.
6. Amanat
Amanat merupakan sebuah pesan dari seorang penulis atau pengarang cerita tersebut kepada pembaca agar pembaca dapat bertindak atau melakukan sesuatu.
 
Unsur Ekstrinsik Cerpen
Unsur ekstrinsik cerpen merupakan sebuah unsur yang membentuk cerpen dari luar, berbeda dengan unsur intrinsik cerpen yang membentuk cerpen dari dalam. Unsur ekstrinsik cerpen tidak terlepas dari keadaan masyarakat saat dimana cerpen tersebut dibuat oleh pengarang. Unsur ini sangat memiliki banyak sekali pengaruh terhadap penyajian amanat ataupun latar belakang dari cerpen tersebut. Berikut unsur ekstrinsik cerpen.

Sunday, April 29, 2018

Analisis Struktur Fisik dan Batin Puisi

Menganalisis Struktur Fisik Puisi

Hujan Bulan Juni
Karya Sapardi Joko Damono

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon yang berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Taka ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
(hujan bulan juni, 1994)


Struktur fisik puisi di atas meliputi :
  1. Tipograf
Tipografi dalam puisi tersebut terdiri dari 3 bait yang masing-masing bait terdiri atas 4 baris. Masing-masing baris tidak lebih dari 11 suku kata.
  1. Diksi
Puisi tersebut menggunakan kata yang mempunyai kedalaman makna seperti kata tabah, bijak, dan arif.
  1. Imaji / Citraan
Citraan yang dominan dalam puisi tersebut menggunakan citraan penglihatan. Contoh kepada pohon yang berbunga itu. Selain itu juga terdapat citraan pendengaran seperti dirahasiakannya rintik rindunya.
  1. Majas
Majas yang dominan terdapat dalam puisi tersebut adalah majas personifikasi seperti hujan seolah-olah memiliki sifat tabah, bijak, dan arif seperti sifat manusia.
  1. Rima
Puisi tersebut memiliki rima yang beraliterasi n pada baris yang berbunyi hujan bulan Juni.
  1. Kata Konkret
Kata konkretnya berupa pohon yang diasosiasikan dengan manusia yang diam saja tetapi indah. Bunga yang diasosiasikan sebagai perempuan atau wanita.


Menganalisis Struktur Batin Puisi

Saturday, April 28, 2018

PUISI DAN UNSUR-UNSURNYA

Menulis Puisi


1. Pengertian
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan –poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
(4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-
unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur. 
 
2. Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
(1) Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
(2) Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.
(3) Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
(4) Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
(5) Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi sebagai berikut.

Wednesday, April 25, 2018

USULAN PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS STRUKTURAL NOVEL SURGA SANG PRAMURIA 
KARYA ULLAN PRALIHANTA DAN PEMBELAJARANNYA
DI SMA KELAS X

  1. TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORITIS
  1. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis terhadap kajian yang terdahulu sehingga diketahui perbedaan yang khas antara kajian yang terdahulu dengan kajian yang akan dilakukan. Penelitian dengan pendekatan struktural sudah banyak dilakukan oleh mahasiswa, khususnya mahasiswa Pendidikan Bahasadan Sastra Indonesia FKIP universitas Muhammaddiyah Purworejo. Beberapa kajian tentang analisis struktural sudah dilakukan oleh Sulakso (2010). Dari skripsi yang dikaji oleh Sulakso terdapat persamaan yakni sama-sama mengkaji tentang unsur structural sedangkan perbedaannya, Sulakso hanya menganalisis unsur instrinsik novel tanpa memberikan gambaran tentang pembelajarannya di SMA. Jadi penulis akan meneliti analisis struktural Novel Surga Sang Pramuria Karya Ullan Pralihanta.
  1. Kajian Teoritis
  1. Analisis Struktural
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra yang dapat ditemukan dalam teks karya sastra itu sendiri. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa suatu karya sastra menciptakan dunianya sendiri yang berbeda dari dunia nyata.
Menurut Nurgiyantoro (2010 : 37) analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah keseluruhan. Analisis struktural tidak cukup hanya sekadar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya tokoh, plot, latar , atau yang lain. Namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaiman hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks dan unik, di samping setiap karya mempunyai ciri kekomplekan dan keunikannya sendiri dalam hal ini antara lain membedakan antara karya yang satu dengan karya yang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa analisis struktural adalah kegiatan menganalisis unsur-unsur yang terkandung dalam sebuah karya sastra.
  1. Struktur Novel
Novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang disebut fiksi. Sebutan novel berasal dari bahasa Italia novella. Secara harfiah novella berarti sebuah karangan atau barang baru yang kecil dan kemudian, diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995 : 9).
Jadi novel adalah karya sastra yang menyajikan cerita lebih rinci, detail dan dibangun di atas unsur-unsur yang mengikutinya. Unsur-unsur tersebut dipaparkan di bawah ini :
  1. Tema dan Masalah
Menurut Stanton (2007 : 7) Tema adalah gagasan dasar dan makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Untuk mendapatkan tema, terlebih dahulu harus diidentifikasi masalah-masalah di dalam cerita yang dapat membantu menemukan tema. Dengan demikian, tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan karya umum dalam sebuah novel.
Pengertian masalah dengan tema berbeda karena masalah merupakan suatu unsure untuk membangun tema, sehingga timbul beberapa masalah yang mendukung tema.
  1. Fakta Cerita
  1. Tokoh
Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu cerita yang mengalami peristiwa dan mempunyai sifat, sikap, emosi, prinsip dan sebagainya. Di dalam sebuah novel, tokoh-tokoh cerita dapat dibedakan dalam beberapa macam sudut pandang dan tinjauan itu adalah jenis tokoh, jenis watak, dan teknik pelukisan.
Jenis tokoh dibagi atas tokoh utama dan tokoh tambahan, serta tokoh antagonis dan protagonis. Pembagian tokoh utama dan tokoh tambahan ini dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh di dalam sebuah cerita. (Nurgiyantoro, 1998 : 176).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel yang berssangkutan (Nurgiyantoro, 2010 : 177). Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam setiap halaman buku cerita yang bersangkutan.
Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utam (Nurgiyantoro, 2010 : 177).
Tokoh protagonis adalah tokoh yang memegang peranan pimpinan dalam cerita. Tokoh ini ialah tokoh yang menampilkan sesuatu dalam sesuai dengan pndangan kita, harapan-harapan kita, dan merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita.
Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh penentang dari tokoh protagonis sehingga menyebabkan konflik dan ketegangan. Konflik yang dialami oleh tokoh protagonis tidak harus hanya yang disebabkan oleh tokoh antagonis seorang / beberapa orang individu yang dapat ditunjuk secara jelas. Penyebab konflik yang tidak dilakukan oleh seorang tokoh disebut sebagai kekuatan antagonis (Nurgiyantoro, 2010 : 179).
Nurgiyantoro (1970 : 75) membagi tokoh bulat atau round character complex sebagai tokoh yang memiliki dan disebut berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, dan jati dirinya. Abrams (1981 : 20-21) bahwa tokoh bulat atau tokoh kompleks dikatakan lebih mempunyai kehidupan manusia yang sesungguhnya karena disamping sebagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberi kebutuhan.
Sedangkan tokoh berwatak datar atau sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu. (Nurgiyantoro, 1998 :182).
Selanjutnya, tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dibedakan menjadi :
  1. Teknik penggambaran tokoh
           Menurut Altenbernd dan lewis (dalam Nurgiyantoro, 2010 : 194) adalah sebagi berikut:
  1. Secara analitik yaitu pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, dan penjelasan langsung.
  2. Secara dramatik yaitu pengarang tidak langsung mendeskripsikan sifat, sikap, dan tingkah laku tokoh tetapi melalui beberapa teknik lain seperti :
  1. Teknik cakapan (Conversation of auther about character) dimaksudkan untuk menunjuk pada tingkah laku verbal berwujud kata-kata para tokoh. Kata-kata yang dimaksud menggambarkan sifat atau perwatakan dari tokoh yang mengucapkannya (Nurgiyantoro, 1998 : 203).
  2. Teknik tingkah laku (teknik untuk menunjukkan tingkah laku verbal yang berwujud kata-kata para tokoh, teknik tingkah laku yang menyaran pada tindakan yang non verbal atau fisik).
  3. Teknik pelukisan pikiran dan perasaan (Portroyal of trought stream of trought) menyatakan bahwa keadaan dan jalan pikiran, serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang dipikir dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya juga (Nurgiyantoro, 1998 : 204).
  4. Teknik arus kesadaran (teknik yang berusaha menangkap pandangan, dan aliran proses mental tokoh di mana tanggapan indera bercampur dengan kesadar dan ketaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak.).
  5. Teknik reaksi tokoh (teknik sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalaha, keadaan, kata dan sikap (tingkah laku) orang lain, dan sebagainya berupa rangsang dari luar diri tokoh.
  6. Nurgiyantoro (1998 : 209) menyebut teknik reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan tokoh lain terhadap tokoh utama atau tokoh-tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar dan lain sebagainya.
  7. Teknik pelukisan latar (suasana latar dapat dipakai untuk melukiskan kedirian seorang tokoh).
  8. Teknik pelukisan fisik (teknik melukiskan keadaan fisik tokoh).
  1. Penokohan
Muh. Thani Ahmad (dalam Dewan Bahasa, 1974 : 509) menyebutkan bahwa penokohan adalah sifat menyeluruh dari manusia yang disorot, termasuk perasaan, keindahan,dan cara berfikir.
Menurut Panuti Sudjiman, penokohan adalah individu rekaan berwujud atau binatang yang mengalami peristiwa atau lakuan dalam cerita. Manusia yang menjadi tokoh dalam cerita fiksi dapat berkembang perwatakannya baik segi fisik maupun mentalnya.
  1. Alur atau Plot
Stanton (2007 : 26) mengemukakan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Peristiwa-peristiwa cerita dimanifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku, dan sikap tokoh-tokoh (utama) cerita. Plot dibedakan menjadi lima bagian yaitu :
  1. Tahap situation (penyituasian)
Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi (latar) dan tokoh cerita.
  1. Tahap generating circumtances (pemunculan konflik)
Tahap ini berisi masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan.
  1. Tahap ricing action (peningkatan konflik)
Tahap ini berisi konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang.
  1. Tahap climax (klimak)
  2. Tahap ini berisi konflik atau pertentangan yang terjadi pada tokoh cerita ketika mencapai titik puncak.
  3. Tahap denovment (penyelesaian)
Tahap ini berisi penyesuaian dari konflik yang sedang terjadi.
Berdasarkan kriteria urutan waktu, alur atau plot dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
  1. Plot maju atau plot progesif
Plot ini berisi peristiwa-peristiwa yang akan dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa pertama diikuti peristiwa selanjutnya atau ceritanya runtut dimulai dari tahap awal sampai tahap akhir.
  1. Plot sorot balik atau plot regresif
Plot ini berisi peristiwa-peristiwa yang dikisahkan tidak kronologis.
  1. Plot campuran
Plot ini peristiwa-peristiwa gabungan dari plot progresif dan plot regresif.
Dari pendapat-pendapat di atas diambil kesimpulan bahwa alur adalah urutan peristiwa dalam suatu karya sastra yang menyebabkan terjadinya peristiwa lain sehingga terbentuk sebuah cerita.
  1. Latar (Setting)
Latar merupakan tempat terjadinya peristiwa di dalam cerita atau lingkungan yang mengelilingi pelaku di dalam cerita (Stanton, 1965 : 18), Abrams (1981 : 175) menyatakan bahwa latar menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Sejalan dengan Abrams, Nurgiyantoro menyatakan bahwa novel sebagai sebuah dunia imajinasi yang tidak hanya membutuhkan tokoh sebagai penghuni beserta permasalahan yang dihadapinya, tetapi juga membutuhkan ruang tempat, dan waktu bagi tokoh tersebut untuk “hidup”. Ruang tempat dan waktu itu dikenal sebagai latar (1998 : 227). Latar dibagi menjadi tiga unsur pokok, yaitu :
  1. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 1998 : 227).
  2. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
  3. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di aatas dapat disimpulkan bahwa latar (setting) adalah lingkungan atau tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam karya sastra yang meliputi latar tempat, latar waktu dan latar sosial.
  1. Sarana Sastra
Menurut Stanton (2007 : 52), Judul suatu cerita biasanya memberikan gambaran akan makna suatu cerita. Oleh karena itu, hubungan judul itu sendiri terhadap keseluruhan cerita dapat dideskripsikan sebagai pembayangan cerita, berkaitan dengan tema cerita, berkaitan dengan latar dan waktu, sebagai titik tolak konflik antar pelaku, judul sering dinyatakan dalam bentuk kiasan / simbol, judul sering dinyatakan dalam wujud pepatah dan judul merujuk suasana.
Pusat pengisahan adalah posisi yang merupakan dasar berpijak untuk melihat peristiwa dalam cerita (Stanton, 1965 : 26). Abrams (1981 : 142) menyebutkan sudut pandang sebagai cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Menurut Nurgiyantoro (1998 : 248), pusat pengisahan merupakan strategi, teknik, dan siasat yang sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya, yang disalurkan melaui sudut pandang tokoh atau kaca mata tokoh cerita.
Pengarang mempergunakan media bahasa untuk menyampaikan idea tau gagasan yang dikemas di dalam sebuah cerita. Bahasa yang digunakan tidak hanya berupa bahasa yang biasa dipakai sehari-hari, tetapi juga bahasa tertentu yang menimbulkan efek tertentu pula. Stanton (965: 30) menyatakan gaya bahasa sebagai cara pengarang menggunakan bahasa, sedangkan Abrams (1981 : 190-191) berpendapat bahwa gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang dikemukakan.
Menurut Nurgiyantara (2005 : 296) pemajasan merupakan salah satu bentuk retorika. Pemajasan merupakan teknik pengungkapan bahasa, pengayaan bahasa, yang maknanya tidak menunjukkan makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada yang ditambahkan, makna yang tersirat. Penggunaan gaya bahasa di dalam novel terdiri dari gaya bahasa umum. Gaya bahasa umum adalah gaya bahasa yang dapat dikategorikan pada gaya bahasa yang sudah sering digunakan oleh pengarang lain. Gaya bahasa yang biasa digunakan tersebut dibagi atas dua macam yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
Nada merupakan kualitas gaya yang memaparkan sikap pengarang terhadap pembaca karyanya. Suasana dapat berkisar pada suasana yang religius, romantis, melankolis, menegangkan, mencekam, tragis, mengharukan dan sebagainya.
Menurut Kenny, nada merupakan ekspresi sikap-sikap pengarang terhadap masalah yang dikemukakan terhadap pembaca. Stile adalah sarana, sedangkan nada adalah tujuan. Salah satu kontribusi penting dari stile adalah untuk membangkitkan nada. (Nurgiyantoro, 2005 : 284-285).
Ironi diartikan sebagai suatu pernyataan yang berlawanan dengan apa yang sebenarnya. Menurut Stanton (1965 : 34), membagi ironi yang ada di dalam karya sastra menjadi dua macam yaitu ironi dramatik (dramatic irony) dan nada ironis. Menurut Stanton (1965 : 45) Ironi dramatis adalah petentangan yang sangat kontras antara penampilan dan kenyataan, antara perhatian tokoh dengan apa yang nyata-nyata terjadi. Seringkali unsur-unsur yang dikontraskan itu dihubungkan secara logis atau sebagai hubungan sebab-akibat. Menurut Stanton (1965 : 46), nada verbal muncul ketika seseorang menyampaikan maksudnya dengan mengatakan sebaliknya.
  1. Hubungan Antar Unsur
  1. Tema adalah gagasan utama / gagasan sentral pada sebuah cerita atau karya sastra. Dalam menyampaikan gagasan tersebut, pengarang menggunakan media yang dapat menceritkan cerita yang terdiri dari berbagai peristiwa yang terjalin dalam hubungan sebab-akibat (plot). Hubungan tersebut harus mutlak agar tema dapat ditemukan melalui konflik-konflik yang menonjol yang termasuk bagian dari plot.
  2. Hubungan tokoh dengan Tokoh dan Penokohan
Tokoh-tokoh utama berperan sebagai pembawa gaagsan utama sedangkan tokoh tambahan lainnya merupakan tokoh latar yang memperkuat penokohan utama dan gagasan yang dibawanya. Tokoh-tokoh utama mendapat tugas menyampaikan tema yang dimaksudkan pengarang baik secara langsung maupun tidak lagsung yaitu melalui tingkah laku, pikiran, perasan dan peristiwa-peristiwa yang dialami para tokoh.
  1. Hubungan tema dengan latar
Latar adalah suatu lingkungan / tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam karya sastra yang meliputi : latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar yang memberikan pengaruh pada tingkah laku dan cara berfikir tokoh sehingga berjalan harmonis walaupun berbeda status.
  1. Hubungan plot dengan tokoh dan penokohan
Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang lain (Stanton, 2007 : 26). Semakin sedikit karakter dalam sebuah cerita, semakin rekat dan padat pula alur yang mengalir di dalamnya.
  1. Hubugan plot dengan latar
Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihibungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Selanjutnya latar adalah suatu lingkungan atau m]tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam karya sastra yang meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
  1. Hubungan tokoh dan penokohan dengan latar
Tokoh cerita menempati posisi strategi sebagai pemabaca dan penyampai pesan, amanat, moral / sesuatu yang sengaja ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.
  1. Hubungan judul dengan tema
Judul biasanya mengacu padaelemen struktural lainnya seperti tema, latar, konflik tokoh, simbol cerita , akhir cerita dan sebagainya.
  1. Hubungan judul dengan tokoh dan penokohan
Judul berhubungan dengan keseluruhan cerita salah satunya dapat dideskripsikan dengan tokoh cerita yang berupa nama tokoh, sikap tokoh dan watak tokoh.
  1. Pembelajaran sastra
Pembelajaran ialah proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. (Sagala, 2003: 61).
Konsep pembelajaran menurut Corey adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan (Sagala, 2003 : 61).
Rahmanto (1988 : 15) menyatakan bahwa pngajaran sastra sebagai suatu yang penting yang patut mendudukui tempat yang selayaknya. Jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat maka pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan dalam masyarakat. Rahmanto (1988:16) mengemukakan bahwa pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat fungsi, yaitu :
  1. Membantu keterampilan berbahasa
Pengajaran sastra dalam kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca dan mungkin ditambah sedikit keterampilan menyimak, bicara, dan menulis yang masing-masing erat hubungannya.
  1. Meningkatkan pengetahuan budaya
Sastra tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah menyuguhkan ilmu dalam bentuk jadi. Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan ‘sesuatu’ yang kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang yang menghayatinya.
  1. Mengembangkan cipta dan rasa
Pengajaran sastra kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra; yang bersifat penalaran; yang bersifat afektif; dan yang bersifat sosial; serta dapat menambahkan lagi yang bersifat religius.
  1. Menunjang pembentukan watak
Dalam nilai pembelajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan watak ini yaitu pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam dan dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang antara lain meliputi: ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan.
Menurut Rahmanto (1988 : 42) tujuan pengajaran sastra yang ingin dicapai harus merupakan pemaduan penafsiran dan pengalaman yang lengkap seperti yang terungkap dalam bahasa karya sastra itu. Untuk mendiskusikan hikmah karya sastra agaknya belum memungkinkan sebelum pengalaman yang tertuang dalam bahasa karya sastra itu dipahami.
Materi pembelajaran sastra hendaknya guru mampu memilih materi sebagai bahan ajar yang relevan yang dapat mendidik dan dapat menambah wawasan peserta didik dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga maksud dari pembelajaran itu dapat tercapai. Sumber belajar siswa dapat berupa majalah, buku teks, novel, dan sumber belajar lain yang relevan.
Kegiatan belajar mengajar siswa merupakan proses belajar antara guru dan siswa. Agar kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif, siswa harus aktif dan guru sebagai fasilitator harus mampu menjalankan perannya sebagai tenaga pendidik yang professional dengan mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan sebagai fasilitas mengajar sehingga siswa dan guru terjadi sebuah interaksi yang berkesinambungan.
Menurut Rahmanto (1988 : 27) untuk menentukan bahan pembelajaran sastra, harus diperhatikan dari sudut bahasa, kematangan jiwa (psikologis), latar belakang kebudayaan siswa. Seorang guru hendaknya selalu berusaha memahami tingkat kebahasaan siswanya sehingga guru dapat memilih materi yang cocok untuk disajikan. Karya sastra yang dipilih untuk diajarkan hendaknya juga sesuai dengan tahap psikologi pada umumnya dalam suatu kelas. Guru sebaiknya menyajikan karya sastra yang dapat menarik minat siswa dalam kelas itu. Pada latar belakang kebudayaan siswa, biasanya siswa akan lebih tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang budaya yang sudah diketahuinya dan erat hubungannya dengan kehidupan siswa.
Rahmanto (1988 : 17) mengatakan guru hendaknya selalu memberikan variasi dalam menyampaikan pembelajaran sehingga peserta didik tidak jenuh dan selalu siap menanggapi berbagai rangsangan. Metode yang digunakan sebaiknya yang lebih banyak memberikan peluang bagi peserta didik untuk selalu aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar, guru bisa menggunakan metode secara ceramah, tanya jawab, diskusi, dan pemberian tugas.
  1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan/mengajarkan meteri pelajaran secara langsung terhadap peserta didik. Metode ini digunakan jika pelajaran tersebut banyak mengandung informasi baru atau bahan-bahan yang memerlukan penjelasan guru.
  1. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan peserta didik memahami materi tersebut. Metode tanya jawab akan menjadi efektif bila materi yang menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi tinggi. Pertanyaan yang diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.
  1. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyampaian bahan pelajaran di mana guru membantu peserta didik menguasai bahan pelajaran melalui wahana diskusi atau pakar pendapat dan informasi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman. Metode in merupakan metode yang paling baik dalam pembelajaran sastra. Sebab siswa diberi kesempatan oleh guru untuk mengumpulkan pendapat membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah.
  1. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan. Metode ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsung yang telah dipersiapkan oleh guru. Dalam melaksanakan tugas melalui metode ini peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung dan nyata.

Sumber belajar adalah orang dapat dijadikan tempat bertanya tentang berbagai pengetahuan. Dalam kegiatan belajar mengajar, sumber belajar tidak hanya diperoleh dari guru saja, melainkan buku pelajaran juga dapat sebagai sumber belajar. Pelajaran akan menjadi menarik, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga, dan hasil belajar akan lebih bermakna dengan menggunakan bantuan berbagai alat.
Penilaian proses dan hasil belajar pada mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap berbahasa. Hal ini dapat diwujudkan melalui kegiatan belajar mengajar baik secara lisan maupun tulisan. Penilaian kegiatan dan kemampuan belajar siswa dapat dilihat pada keseriusan siswa mengikuti pembelajaran, pemahaman dan perbaikan selama proses belajar mengajar berlangsung.

  1. METODE PENELITIAN
Pada bagian ini akan dibahas mengenai metode yang dilakukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yang terdiri dari objek penelitian, fokus penelitian, instrument penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data. Rincian dari metode penelitian dijabarkan sebagai berikut :
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2012 : 3).
  1. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah novel yang berjudul Surga Sang Pramuria karya Ullan Pralihanta yang diterbitkan oleh CV. Alif Gemilang Publishing cetakan kedua Maret 2013 tebal halaman 204 halaman.
  1. Fokus Penelitian
Penelitian kualitatif menghendaki ditetapkan adanya batas dalam penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Penetapan fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang telah ada (Sugiyono, 2012: 288). Penelitian ini memfokuskan analisis struktural yang meliputi tema dan masalah, fakta cerita, sarana sastra, hubungan antar unsur, dan pembelajarannya di SMA.
  1. Sumber data
Sumber data terkait dengan subjek penelitian dari mana data diperoleh (Siswantoro, 2010: 72). Dalam penelitian ini, sumber data diperoleh dari objek penelitian, yaitu novel Surga Sang Pramuria karya Ullan Pralihanta. Data-data tersebut berupa kutipan langsung maupun tidak langsung, dan buku-buku sastra yang terkait dengan penelitian.
  1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah nota pencatat data beserta alat tulisnya. Melakukan pengamatan tidak dapat berdiri sendiri, artinya tidak dapat dilakukan tanpa pencatat datanya. Kertas pencatat ini peneliti gunakan untuk mencatat data berupa kutipan-kutipan yang berhubungan dengan fokus penelitian unsur-unsur instrinsik Novel Surga Sang Pramuria karya Ullan Pralihanta.
  1. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi. Dalam teknik observasi ini, peneliti membaca secara kritis sambil mencatat bagian-bagian yang berkaitan dengan unsur struktur yang berupa tema, fakta cerita, sarana sastra, hubungan anntar unsurnya dan pembelajarannya di SMA. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :
  1. Membaca referensi
  2. Menentukan objek penelitian
  3. Membaca keseluruhan teks Novel Surga Sang Pramuria karya Ullan Pralihanta secara kritis dan diteliti
  4. Mengelompokkan data berdasarkan unsur-unsur struktural novel
  1. Teknik Analisis data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik analisis isi. Isi dalam metode analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi (Ratna, 2013 : 48). Langkah-langkah dalam menganalisis adalah sebagai berikut :
  1. Menganalisis data berdasarkan kajian unsur structural
  2. Menganalisis data dari segi pembelajaran, sesuai atau tidak sebagai bahan ajar di SMA
  3. Membuat simpulan
  1. Teknik penyajian hasil analisis data
Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif. Moleong (2013: 6) menyatakan bahwa teknik yang digunakan untuk menyajikan hasil analisis data adalah memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Teknik penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik penyajian informal. Teknik penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya Sudaryanto (1993 : 145). Penyajian hasil analisis data secara struktural disajikan dalam bentuk kata-kata secara rinci.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta.
Ginanjar, Nurhayati. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi Teori dan Praktik. Surakarta : Cakrawala Media.
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pralihanta, Ullan. 2013. Surga Sang Pramuria. Yogyakarta : AG Publishing.



LOWONGAN KERJA KHUSUS WANITA PT. BUSANA REMAJA AGRA CIPTA (SABTU, 14 JULI 2018)

LOWONGAN KERJA KHUSUS WANITA PT. BUSANA REMAJA AGRA CIPTA OPERATOR JAHIT,khusus WANITA (Bagi yang belum bisa menjahit ada pela...